TIMES SUMSEL, PACITAN – Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pacitan (BPBD Pacitan) mulai bersiap menghadapi potensi kekeringan yang diperkirakan akan lebih panjang pada tahun 2025 ini.
Hal itu disampaikan langsung oleh Kepala Pelaksana BPBD Pacitan, Erwin Andriatmoko, Selasa (22/4/2025).
Menurut Erwin, prediksi kekeringan tahun ini lebih serius dibandingkan dua tahun terakhir. Pihaknya pun kini tengah menyusun berbagai langkah antisipasi sejak dini.
“Ada potensi kemarau lebih panjang dari tahun sebelumnya. Minggu kemarin BPBD Provinsi Jawa Timur sudah mengumpulkan seluruh kepala bidang kedaruratan BPBD kabupaten/kota untuk mulai berhitung kebutuhan yang sekiranya nanti diperlukan di musim kemarau.
Mulai dari peralatan, hitungan potensi daerah yang kekeringan, berapa KK, berapa jiwa, semuanya sedang dihitung dengan asumsi musim kemarau berlangsung sekitar 4 sampai 6 bulan,” ujar Erwin.
Ia menambahkan, pola penanganan kekeringan di Pacitan tahun ini masih menggunakan skema dasar seperti sebelumnya, yakni berdasarkan permintaan resmi melalui surat dari pemerintah desa.
Namun, BPBD akan lebih cepat bergerak dengan menginstruksikan kecamatan agar segera menginventarisasi desa-desa rawan kekeringan sebelum musim kemarau tiba.
“Nanti jika memang sudah mendekati musim kemarau, kami akan bersurat kepada kecamatan untuk segera menginventarisir desa-desa mana saja yang memerlukan dropping air. Ini penting agar kami bisa mendapatkan informasi lebih awal,” imbuhnya.
Erwin menyebut, berdasarkan pengalaman dua tahun terakhir, ada beberapa wilayah yang sebelumnya langganan kekeringan, namun kini sudah tidak lagi membutuhkan bantuan droping air bersih.
Hal itu karena jaringan pipanisasi air di daerah tersebut telah memadai.
“Ada juga daerah yang sumber air bakunya masih cukup, tapi saat musim kemarau debitnya mulai menyusut. Itu pasti terjadi. Makanya acuan kami tetap menggunakan data dua tahun terakhir,” jelasnya.
Untuk kebutuhan operasional droping air bersih, BPBD Pacitan telah melakukan proyeksi anggaran. Biaya operasional per bulan untuk kegiatan droping air bisa mencapai Rp900 juta, tergantung jumlah desa yang terdampak dan seberapa panjang musim kemarau nanti.
“Kalau bicara prediksi kekeringan, memang harus hati-hati. Karena ada desa yang dua tahun terakhir tercatat kekeringan, tapi tahun ini bisa saja tidak butuh droping karena sudah ada jaringan air bersih. Begitu juga sebaliknya, desa yang sebelumnya aman, saat debit air menurun bisa masuk kategori rawan,” terang Erwin.
Meski demikian, hingga saat ini pihak BPBD Pacitan masih menunggu rilis resmi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terkait kapan musim kemarau mulai masuk ke wilayah Pacitan. Sebab hingga pertengahan April ini, curah hujan di sejumlah wilayah di Pacitan masih terjadi.
“Kapan mulainya kemarau, kita belum lihat data dari BMKG. Karena saat ini curah hujan masih ada, meski mulai berkurang,” kata Erwin.
BPBD Pacitan pun mengimbau masyarakat, khususnya yang berada di daerah rawan kekeringan, untuk mulai melakukan antisipasi dini seperti penghematan penggunaan air bersih dan memeriksa kondisi sumber air di lingkungan masing-masing.
Sebagai informasi, Pacitan merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang setiap tahunnya menghadapi ancaman kekeringan saat musim kemarau panjang. Wilayah pegunungan kapur dan terbatasnya sumber air baku menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat di daerah ini.
“Kami berharap masyarakat juga ikut aktif melaporkan kondisi kekeringan di desa masing-masing, agar penanganannya bisa cepat dan tepat sasaran,” tutup Erwin.
Berdasarkan data BPBD pacitan, jumlah warga terdampak dari 17 desa hingga akhir tahun 2024 sebanyak 12.437 jiwa atau 4.330 kepala keluarga (KK). (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Potensi Kekeringan Diprediksi Lebih Panjang, BPBD Pacitan Siapkan Strategi Antisipasi
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Ronny Wicaksono |